Journal, Review, and Inspiration

Journal, Review, and Inspiration

Monday, April 1, 2013

# Madre

Akhirnya, bisa juga nonton film Madre. HORE!!

Sudah tiga karya Dee yang diangkat kelayar lebar, Perahu kertas, Rectoverso, dan Madre.
Saya selalu punya ekspektasi sendiri melihat karya-karya Dee ditrasformasikan ke dalam bentuk visual. Selalu penasaran, karena sejujurnya saya adalah pengagum tulisannya. Seperti Perahu Kertas dan rectoverso,   dalam benak saya Madre pun sudah saya visualisasikan sendiri.

Madre dalam benak saya adalah sebuah cerita tentang 'menemukan jati diri' diperkaya dengan latar cerita yang tidak biasa mengenai artisan (pembuat roti secara manual), dan Madre yang dalam konteks  cerita ini tidak hanya sekedar 'ibu'nya roti Tan De Baker tapi juga 'ibu' dari cerita Madre ini sendiri.

Setelah saya menonton filmnya, menurut saya perubahan setting dari Jakarta Tua, menjadi Braga bukan hal besar dan tidak terlalu merubah essensi cerita. Tapi sungguh saya merasa film ini kurang dapet 'feel'nya.
And i am so sorry, let me being honest. Hal-hal yang membuat saya rada kecewa adalah ketika orang-orang yang menggarap film ini kurang menyampaikan apa itu Madre, sepenting apa Madre bagi seorang Artisan. Bagaimana kehidupan Artisan di zaman Laksmi dan Tan, bagaimana mereka bertemu, membuat koneksi antara tokoh  Tan, Laksmi, Tansen dan Mei benar-benar terjalin. Sungguh saya membayangkan tokoh Tan dan Laksmi tempo dulu itu dihidupkan kembali. Bagaimana tokoh pak Hadi dan teman-temannya muda dahulu divisualkan dengan baik, sehingga ketika mereka berbicara pada setoples Madre, penonton bisa merasakan koneksinya. Madre yang menghidupkan Tan De Baker, Madre yang menjadi sumber penghidupan mereka sejak dulu, dan Madre yang mempertemukan Tansen pada jati dirinya, dan juga pada cintanya, Mei. Saya betul-betul penasaran melihat Braga, khususnya Tan De Baker menjadi benar-benar trendi pada masa itu. Mungkin dengan demikian setoples Madre yang digiring kesana kemari itu bisa benar-benar hidup dan terasa magisnya di mata para penonton film ini, selayaknya saya merasakan betapa spesialnya Madre ini ketika saya membaca bukunya.

Bagi mereka yang sudah membaca bukunya mungkin sudah bisa merasakan betapa pentingnya Madre, mengapa dia begitu spesial. Tapi, bagi mereka yang langsung menonton filmnya, dan belum tau apa itu Madre, film ini hanya seperti film cerita cinta Tansen dan Mei yang berlatar toko roti.

Kesimpulannya buat saya adalah, wajib baca bukunya, baik yang memutuskan menonton filmnya ataupun tidak. Filmnya sendiri lumayan menghibur untuk ditonton di akhir pekan.


Selamat Dua Puluh Tujuh Tahun

Selamat DUA PULUH TUJUH TAHUN !!!! :)

Tengah malamnya sudah lewat. Ada selamat 'dua puluh tujuh tahun' yang seharusnya tiba tepat waktu.
Kembali mundurlah wahai waktu, ada selamat 'dua puluh tujuh tahun' yang kelu kuucapkan karena mungkin kamu sudah jatuh terlelap. Yang seharusnya tiba tepat waktu dengan sejuta rasa yang selalu ada untuknya.
Selamat 'dua puluh tujuh tahun'
Semoga berkah usiamu.
Allah limpahkan kemurahan rizki selalu untukmu.
Sehat selalu jiwa dan ragamu.
Semoga Allah senantiasa menaikkan derajatmu.
Membuka hati kecilmu, melembutkan keras kepalamu,
dan menutupi segala kekuranganmu.
Selamat 'dua puluh tujuh tahun'
:)

Tuesday, March 26, 2013

Lalu Aku Pun Menelan Omongan Sendiri

Hari ini, setelah berpeluh di minggu pagi, demi sebuah tugas negara dengan suhu tubuh yang sudah cukup tinggi, aku memilih menemani perempuan ini 'survey gedung'. Betapa menyenangkan melihat sahabatku ini memilih milih dimana dia dan calon suaminya akan menikah. 
Menikah, yang oleh sahabatku sendiri pun masih seperti mimpi. Oh, ini bukan mimpi sahabatku, ini takdir. Takdirmu dan dia yang dalam sujudmu tak pernah bosan kau sebut namanya, dan kau pinta hatinya pada Allah. 
Aku mengingat, tahun kemarin dalam sebuah obrolan singkat dengan sahabat kita yang satu lagi, dengan kening berkerut-kerut aku dengan rasa bingung yang benar-benar tidakku buat-buat, aku bertanya padanya. 
"Pie, aku beneran bingung, heran, capek nggak sih si Mbak ngegalauin kakak selama ini, sampai-sampai si Mbak tau persis sudah genap 365 hari dia menggalau dan menunggu. capek nggak sih pie, aku yang ngeliatnya aja capek."

Sungguh sahabatku, jujur saja, saat itu apa yang kamu lakukan tidak pernah masuk dalam akal sehatku. Sudahlah, get a live, move on! lanjutkan hidupmu, jangan sia-siakan waktumu untuk orang yang bahkan menurutku sudah menyia-nyiakanmu dengan memilih mundur. Rekorku saat itu adalah menangis dua hari dua malam karena putus cinta, hari ketiga aku sudah tidak mampu menangis karena sudah tak merasa apa-apa. dua bulan kemudian i am officialy move on. well, move on memang tak harus ditandai dengan hubungan baru. Hanya kamu yang tau 'tanda' move kamu itu apa. Jadi apa yang kamu lakukan sungguh membuatku merasa capek, tidakkah kau capek mbak?

Hari ini kita duduk berhadapan dengan secangkir kopi dihadapanmu dan segelas yogurt dihadapanku setelah melihat gedung yang akan mejadi tempatmu menikah nanti.

Hari ini aku seperti menelan omonganku sendiri. Sekarang aku tau kenapa kamu bisa menunggu dan bertahan selama itu. Aku merasakannya juga sahabat. Aku tau betapa sakitnya, ketika kita lelah namun tak mampu berhenti. Ketika kita sakit, namun tak berhenti merasa cinta. Merasa tak tenang sepanjang waktu, dan hanya ketika kening, hidung, dan tempurung lutut sejajar kita merasa aman, merasa tenang, merasa punya harapan untuk bisa melangkah tegar esok hari. 

Sahabat, aku bercermin dari apa yang kau alami, walau mungkin jalan hidup kita tidak sama, satu hal yang aku yakini, Allah akan memberi jalan bagi kita yang meminta jalan. Melihatmu hari ini, aku seperti punya semangat dan harapan untuk masa depan yang bahagia sepertimu.

Monday, February 4, 2013

MENOLEH SAJA

Besok itu hari penting buat Kamu.
Tentu saja aku senang bukan kepalang, tapi tak begini seharusnya.
Aku merasa ini tidak adil buatku.
Aku ingin mengucapkan kegembiraan ini dengan lantang.
Tak apalah doa aku saja ya mengiring Kamu besok :) 
Semoga kamu bahagia dengan semua maumu
dan Semoga aku pun bahagia melihat kamu melakukan apa maumu.
Hati-hati, jika sudah lelah berpeluh, menoleh saja, aku ada :)